Rabu, 20 Oktober 2010

CHAPTER 5. SUBROGASI DAN KONTRIBUSI



A.Subrogation

1.Definisi subrogasi
Subrogation is a right of one person, having indemnified another under a legal obligation to do so, to stand in the place of that another and avail himself of all rights and remedies of that other, whether already enforced or not.
Dalam kasus Burnand v. Rodonachi, prinsip subrogasi diketengahkan di mana asuradur yang telah memberikan indemnity, berhak menerima kembali dari tertanggung sesuatu yang diterima tertanggung dari sumber lain.
Hal yang mendasar adalah bahwa tertanggung berhak atas indemnity tapi tidak boleh lebih dari itu. Subrogasi membolehkan asuradur menggantikan kedudukan tertanggung dalam memperoleh keuntungan atas adanya kejadian yang dijaminkan.

2.Corollary of indemnity
Subrogation merupakan pendukung konsep indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan recovery lebih dari kerugian yang dideritanya. Kasus hukumnya adalah Castellain v. Preston (1833) di mana dalam kasus ini Preston melakukan transaksi jual rumah sewaktu rumah itu terbakar. Ia kemudian memperoleh penggantian dari asuradurnya, Liverpool London and Globe, dan selanjutnya selagi perbaikan rumah tersebut dilakukan, ia juga menerima sepenuhnya harga beli dari Rayner. Kontrak jual beli mana membawa kewajiban bagi Rayner untuk membayar seharga 3.100 pound sekalipun rumah telah rusak dan belum diperbaiki. Castellain atas nama beberapa asuradur, berhasil menuntut sejumlah pembayaran yang telah diberikan kepada Preston.

Dalam penerimaan sejumlah tadi, Preston telah menuntut hak terhadap Rayner. Recovery dari Preston sejumlah 330 pound, yang merupakan perkiraan biaya perbaikan, adalah suatu contoh suatu asuradir mengambil manfaat untuk dirinya atas hak yang telah dilakukan oleh tertanggung Biasanya, jika tertanggung telah diberikan indemnity oleh asuradur, tertanggung belum akan melakukan tuntutan untuk meminta recovery yang ada dari pihak ketiga kalau tidak diminta oleh asuradir.

Dalam kontrak asuransi jiwa yang bukan merupakan kontrak indemnity, subrogasi tidak diberlakukan dan apabila ahli waris tertanggung dapat memperoleh recovery dari pihak ketiga yang melakukan kelalaian, di samping memperoleh pembayaran sejumlah uang dari asuradur.



3.Perluasan hak subrogasi
Mengingat hubungan antara subrogasi dan indemnity, seorang asuradur dapat memperoleh recovery dari apa yang telah dibayarkannya kepada tertanggung.

a.Asuradur tidak harus memperoleh untung atas hak subrogasinya.
Contoh kasusnya adalah Yorkshire Insurance Co. Ltd v. Nisbet Shipping Co. Ltd (1996) di mana pembayaran klaim sejumlah 72.000 pound telah dilakukan oleh asuradur kepada tertanggung, kemudian tertanggung menerima recovery dari pihak ketiga. Tetapi karena waktu antara pembayaran klaim dengan recovery dari pihak ketiga agak lama, dan karena situasi moneter yang mengalami devaluasi, tertanggung menerima recovery sebesar 127.000 pound. Pengadilan kemudian memutuskan bhwa asuradur hanya memperoleh recovery sejumlah 72.000 pound. Ini sama dengan apa yang telah dinyatakan dalam kasus Glen Line v. Attorney General (1930) bahwa:
Asuradur, berdasarkan doktrin subrogasi, tidak dapat memperoleh recovery lebih dari yang telah dibayarkannya kepada tertanggung.

Penegasan tersebut kemudian diterapkan dalam Scottish Union & National Insurance v. Davis (1970) di mana asuradir telah membayar 409 pound untuk biaya reparasi dan berupaya melakukan subrogasi atas nama tertanggung yang telah menerima 350 pound dari sumber lain. Namun karena perbaikan tersebut kurang memuaskan dan tertanggung mengajukan protes, akhirnya pengadilan memutuskan bahwa asuradir tidak mempunyai hak atas recovery.

b.Dalam hal tertanggung bersedia menerima sebagian resiko, misalnya dengan dikenakannya excess atau average, tertanggung menanggung sejumlah resiko yang diperhitungkan dalam pembayaran klaim. Dalam hal asuradur memberikan pembayaran ex gratia asuradur tidak berhak melakukan subrogasi dan tertanggung bisa memperoleh recovery dari sumber lain. Hal ini disebabkan karena pembayaran ex gratia bukan merupakan indemnity sedangkan hak subrogasi timbul untuk mendukung konsep indemnity.

4.Timbulnya hak subrogasi
Hak subrogasi dapat timbul dari:

a.Tort, adalah kesalahan yang sifatnya perdata (civil wrong), yang merupakan bagian dari common law Inggris, dan bukan merupakan tindakan kriminal.
Macam-macam tort:
-Neglience (kelalaian).
Definisi neglience:
“The omission to do something which a reasonable man, guided upon those consideration which ordinarily regulate the conduct of human affairs, would do, or doing something which a prudent and reasonable man would not do” (Blyth v. Birmingham Waterworks Co., 1856)
Contoh : mobil tertanggung mengalami kerusakan akibat tabrakan yang disebabkan oleh kelalain pihak ketiga, maka penanggung setelah membayar indemnity kepada tertanggung, dapat menggunakan hak subrogasi untuk menuntut recovery dari pihak ketiga.
-Nuisance, merupakan gangguan terhadap hak seseorang untuk menikmati fasilitas yang ia miliki
Contoh:
Di jalan ada galian jalan oleh kontraktor. Karena tidak ada tanda pengamanan, mobil tertanggung masuk ke lubang dan rusak. Tertanggung bisa minta penggantian dari asuransi dan asuransi mempunyai hak subrogasi kepada kontraktor tersebut (public nuisance).
Di sebelah rumah tertanggung ada proyek gedung yang menggunakan hammer yang menyebabkan getaran dan rumah tertanggung menjadi rusak/retak (private nuisance).
-Trespass, misalnya memasuki halaman dan rumah orang tanpa ijin termasuk penganiayaan dan mengambil harta benda milik orang lain.
Contoh : Mobil tertanggung dicuri dan minta penggantian dari asuransi. Perusahan asuransi punya hak untuk mengejar pencuri dan minta ganti rugi.
-Strict liability
Contoh : Di suatu kompleks perumahan, seseorang menyimpan barang yang tidak semestinya dalam jumlah yang banyak, misalnya bensin. Apabila bensin terbakar dan membakar rumah orang lain, maka ia bertanggung jawab terhadap kerugian orang lain.
-Defamation
Terbagi menjadi slander (lisan) dan libel (tulisan)
Contoh : rekaman acara televisi yang merusak nama orang lain (libel, karena sifatnya permanen)

b.Contract
Salah satu bagian dari common law adalah kontrak. Dalam hubungannya dengan subrogasi, ada kasus-kasus di mana:
-seseorang yang memiliki contractual right untuk kompensasi atas kesalahan, dan
-dalam hukum kebiasaan dagang ada ketentuan bahwa bailees tertentu bertanggung jawab, misalkan pemilik hotel
Contoh hak subrogasi yang timbul dari kontrak:
-Mobil tertanggung dimasukkan ke bengkel, lalu tertanggung membuat kontrak dengan pihak bengkel bahwa selama mobil ada di bengkel, segala kerusakan menjadi tanggung jawab bengkel, misalnya karena kejatuhan benda keras, terbakar, dll. Apabila terjadi kerusakan atas mobil tertanggung, penanggung membayar klaim kepada tertanggung dan punya hak subrogasi terhadap pemilik bengkel.
-Untuk hotel biasanya ada disclaimer notice (untuk uang dan perhiasan) yang menyatakan bahwa kerusakan atau kehilangan menjadi tanggung jawab hotel sehingga penanggung tidak dapat menerapkan subrogasi.
-Dalam kontrak sewa rumah, biasanya dibuat kontrak bahwa penyewa bertanggung jawab terhadap segala kerusakan rumah yang disewanya.
Dalam dua kasus ini hak subrogasi tidak berlaku
-Petrofina (UK) v. Magnaload (1984), di mana asuradir tidak dapat menuntut hak subrogasinya terhadap pihak ketiga yang melakukan co-insured dengan penggugat. Baik penggugat maupun tergugat sama-sama mengasuransikan pada satu asuradir dan asuradir tidak dapat menuntut kepada tertanggungnya sendiri.
-Mark Rowlands Ltd. V. Berni Inns Ltd and others, di mana penyewa diminta untuk membayar sebagian premi untuk polis pemilik rumah sehingga penyewa berhak atas manfaat asuransi, dan baik pihak penyewa maupun asuradir tidak lagi menuntut recovery dari penyewa.

c.Statute
Dalam Riot Damage Act 1886 di mana seseorang menderita kerugian/kerusakan sebagaimana yang telah disebutkan dalam UU tersebut dan telah diberikan indemnity, maka asuradir mempunyai hak subrogasi untuk memperoleh recovery dari pihak polisi.
Karena dalam Act tersebut dinyatakan bahwa asuradir harus menyampaikan tuntutan subrogasinya kepada pihak kantor polisi paling lama 14 hari sejak kejadian huru hara, maka pihak tertanggung hanya diberikan batas waktu 7 hari untuk mengajukan indemnity atas polis yang menutup huru hara tadi.

d.Subject matter of insurance
Apabila terjadi total loss dan tertanggung telah menerima indemnity sepenuhnya, tertanggung tidak lagi berhak atas salvage. Dengan demikian jika asuradir menjual salvage, pada dasarnya ia telah melakukan hak subrogasi dalam rangka mendukung prinsip indemnity.
Hak subrogasi yang timbul dari adanya subject matter of insurance ini tidak berlaku dalam marine abandonment. Jika barang itu telah diabandon kepada asuradir, maka asuradir berhak atas apa saja sisa barang, terlepas dari nilai dan hak subrogasi.

5.Saat timbulnya hak subrogasi
a.Berdasarkan common law, subrogasi tidak ada sebelum asuradir telah memberikan pembayaran indemnity. Akan tetapi hal ini dapat menimbulkan beberapa persoalan di mana asuradir akan kehilangan kontrol dan sampai pada tunduhan menunda pembayaran klaim.
b.Dalam polis biasanya dimasukkan unsur subrogation right, di mana recovery dari pihak ketiga akan diperoleh setelah klaim dibayar, tetapi klausula dalam polis tadi memungkinkan asuradir untuk memaksa pihak ketiga berhutang dengan penangguhan indemnity yang diberikan kepada tertanggung.

Perubahan dari common law sebagaimana terjadi dalam polis asuransi kebakaran seperti di atas tidak ada dalam marine insurance di mana kondisi tersebut tidak digunakan dan klaim harus dipenuhi sebelum memiliki hak subrogasi.
Pelaksanaan subrogasi harus dilakukan atas nama tertanggung. Pengecualian dari aturan ini Public Order Act di mana asuradir melakukan atas namanya sendiri.

6.Modifikasi pelaksanaan subrogasi

a.Dalam asuransi kendaraan bermotor sering ditemukan perjanjian bersama antara para asuradir yang disebut “knock for knock agreement”. Berdasarkan perjanjian ini, hak subrogasi dihapuskan di mana asuradir tidak akan melakukan subrogasi terhadap satu sama lain atas kejadian yang menimpa kerusakaan kendaraan tertanggung mereka. Contoh perjanjian lainnya juga dapat dijumpai dalam perjanjian antara perusahaan asuransi kendaraan bermotor dan asuransi kerugian lainnya di mana mereka setuju untuk memberikan kontribusi terhadap kerugian dengan proporsi yang ditetapkan sebelumnya.

b.Dalam asuransi employers’ liability, subrogasi hapus manakala seorang pegawai menyebabkan cidera pegawai lainnya. Bila tidak ada subrogasi, akan timbul situasi di mana asuradir akan menuntut pegawai atas nama tertanggung yaitu majikannya. Ketentuan ini dihapuskan dengan pengertian bahwa tujuan asuransi itu sendiri akan memberikan manfaat bagi para karyawan.
Perjanjian antara para asuradir semacam ini timbul dalam kasus Lister v. Romford Ice and Cold Storage Ltd (1957). Dalam kasus itu perusahaan perusahaan asuransi memberikan indemnity kepada tertanggungnya, seorang majikan, karena cideranya seorang karyawan akibat kelalaian karyawan tertanggung. Kemudian asuradir tadi berhasil menuntut pihak karyawan yang lalai tadi atas nama tertanggung.
Dalam kasus Morris v. Ford Motor Co. (1973) timbul situasi yang mirip. Seorang pegawai perusahaan cleaning service yang sedang bekerja di kantor Ford luka akibat kelalaian salah seorang pegawai Ford. Akan tetapi perusahaan cleaning service telah setuju tuntutan klaim tersebut sekalipun penyebabnya adalah pegawai Ford sendiri. Setelah perusahaan cleaning service membayar kepada pegawainya kemudian perusahaan ini melakukan subrogasi kepada pegawai Ford, yaitu kepada asuradir Ford. Perjanjian antara asuradir yang dilakukan setelah kasus Lister, pengadilan menolak klaim atas dasar bahwa hal itu tidak adil dan merusak hubungan industri.

B.Contribution

1.Definisi Contribution:
Contribution is a right of an insurer to call upon others, similarly, but neccesarily equally liable to the same insured, to share the cost of an indemnity payment.

2.Corollary of indemnity
Memfokuskan pada proporsi tanggung jawab penanggung yang bertanggung jawab atas peril/subject matter of insurance yang sama, dalam hal terjadi double insurance sehingga tertanggung tidak mendapatkan indemnity lebih dari kerugian yang diderita.
Hal yang pokok di sini adalah bila penanggung telah membayar ganti rugi penuh, penanggung dapat menutup kerugiannya dari penanggung lain dengan proporsi yang seimbang

3.Timbulnya kontribusi
Berdasarkan common law, kontribusi berlaku apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:

a.adanya dua atau lebih polis indemnity

b.polis-polis dimaksud menutup kepentingan bersama (common interest)
Case North British & Mercantile v Liverpool & London & Globe (1877) dikenal sebagai case “The King and Queen Granaries” . Rodocanachi mendepositkan padi di lumbung yang dimiliki oleh Barnett. Barnett mengasuransikannya. Pemilik mengasuransikannya untuk melindungi interestnya sebagai pemilik. Ketika terjadi kebakaran, penanggung penjamin/pengelola membayar dan mencari recovery dari penanggung pemilik padi. Karena interest berbeda, yang satu sebagai penjamin dan yang lain sebagai pemilik, diputuskan bahwa kontribusi tidak berlaku.
Case tersebut membuktikan bahwa untuk kontribusi antara polis-polis timbul di dalam hukum, interest in subject matter of insurance harus sama.

c.polis-polis dimaksud menutup resiko bersama (common perils)
Resiko yang dijamin oleh masing-masing polis tidak harus identik sepanjang common peril yang menyebabkan loss.
Case American Surety Co of New York v Wrightson (1910) asuransi menjamin dishonesty of employees diputuskan berkontribusi dengan asuransi yang menjamin dishonesty of employees dan kebakaran dan burglary.
Dishonesty adalah common peril
d.polis-polis dimaksud menutup objek asuransi bersama (common subject matter)
e.setiap polis harus membayar kerugian

4.Basis of Contribution
a.Rateable proportion
Perhitungan rateable proportion dapat dibagi dua cara, yaitu proporsi terhadap harga pertanggungan dan limit of liability
1.Proporsi terhadap harga pertanggungan
Contoh:
Polis A HP : Rp 1 M
Polis B HP : Rp 2 M
Polis C HP : Rp 3 M
Polis A bayar :                    Rp 1 M                X   Loss
                        Rp 1 M + Rp 2 M + Rp 3 M          1

Dan seterusnya untuk polis B & C

2.Proporsi terhadap liability atas loss
Contoh :
Loss Rp 1,5 M; Liability A Rp 0,5 M; Liability B Rp 1 M; Liability C Rp 1 M
Setelah dikenakan average:
Polis A membayar :
                                  Rp 0,5 M                         X  Rp 1,5 M = Rp 0,3 M
                Rp 0,5 M + Rp 1 M + Rp 1 M                       1

Dan seterusnya untuk polis B dan C
Pendekatan ini disebut “The Independent Liability Method”

b.Market Practice;
Market practice telah mengarah kepada metode standard yang sering digunakan dan kadang telah tergabung ke dalam formal agreement antar group company yang besar

c.Polis Property (not subject to average)
Kontribusi dihitung berdasarkan proporsi terhadap Harga Pertanggungan
        SI by particular insurer x loss = liability of particular insurer
         Total SI by all insurer
Contoh:
Insurer A SI = 10.000
Insurer B SI = 20.000
Loss = 12.000
Liability A = 10.000   x 12.000 = 4.000
                    30.000
Liability B = 20.000   x 12.000 = 8.000
                    30.000                              

                                                  12.000

d.Polis Property Lainnya;
Dalam hal polis-polis berlaku ketentuan average atau di mana loss limit individu memberlakukan di bawah harga pertanggungan pembagian kontribusi harus dihitung berdasarkan “Independent Liability”
Independent Liability adalah jumlah yang harus dibayar bila penanggung dimaksud adalah satu-satunya penanggung yang menjamin kerugian
Contoh:
Property diasuransikan kepada A dan B masing-masing sebesar Rp 2 M dan Rp 1 M subject to pro rata average. Nilai property pada saat terjadi loss Rp 4,5 M dan jumlah loss sebesar Rp 0,45 M.
Langkah I
Hitung berapa masing-masing penanggung akan membayar jika penanggung dimaksud hanya mempunyai polis yang in force
Untuk mendapatkan independent liability A, average diaplikasikan terhadap loss;
                  HP A          X    Loss
              Value at risk            1

     Rp 2 M         X  Rp 0,45 M   =   Rp 0,2 M
     Rp 4,5 M                   1

Independent liability B ;

     Rp 1 M        X  Rp 0,45 M     =  Rp 0,1 M
     Rp 4,5 M               1

                                                Total Rp 0,3 M

Average condition wording menjadikan tertanggung sebagai penanggung untuk jumlah yang under-insurance
Dalam hal ini : Rp 4,5 M – (Rp 2 M + Rp 1 M) = Rp 1,5 M
Jadi tertanggung menanggung:

    Rp 1,5 M       X   Rp 0,45 M   = Rp 0,15 M
    Rp 4,5 M                  1

Langkah II,
Bila jumlah independent liability penanggung kurang dari atau sama dengan loss, maka masing-masing penanggung membayar independent liabilitynya.

Langkah III,
Bila jumlah independent liability lebih besar daripada loss, maka perhitungan loss-nya dibagi berdasarkan proporsi terhadap liabilities, yaitu:

Independent Liability (IL) Penanggung    X    Loss
         Total IL Seluruh Penanggung                  1

Contoh :
HP A : Rp 4,5 M ) subject to
HP B : Rp 1,0 M ) pro rata average
Loss : Rp 0,45 M
Value at risk : Rp 4,5 M
Langkah I – hitung average
Liability A = Loss                                              = Rp 0,45 M
Liability B =    Rp 1 M        x    Rp 0,45 M        = Rp 0,10 M
                    Rp 4,5 M                    1
                                                                            Rp 0,55 M

Langkah II atau III?
Langkah III karena total independent liability seluruh penanggung lebih besar dari loss
A bayar : Rp 0,45 M    x   Rp 0,45 M = Rp 368, 2 juta
               Rp 0,55 M              1

B bayar : Rp 0,10 M    x   Rp 0,45 M = Rp 81,8 juta
               Rp 0,55 M              1
                                                              Rp 450 juta ( terjadi bersama-sama)

Contoh di atas mengilustrasikan metode dengan polis concurrent, tetapi metode ini dapat pula digunakan sama baiknya dengan polis nonconcurrent.

Contoh :
HP subject to pro rata average
A menjamin seluruh contents      Rp 20 M
B menjamin stock saja               Rp 15 M
Value at risk
             - stock                         Rp 20 M
             - content                      Rp 5 M
Kerugian pada stock Rp 10 M

Independent liability A:
        Rp 20 M                          x  Rp 10 M   = Rp 8,0 M

Rp 20 M + Rp 5 M                            1

Independent liability B :
        Rp 15 M                          x  Rp 10 M   = Rp 7,5 M
        Rp 20 M                                   1

                                                    Total = Rp 15,5 M

A bayar :    Rp 8 M             x Rp 10 M = Rp 5.161,3 M
               Rp 15,5 M                   1

B bayar : Rp 7,5 M              x Rp 10 M = Rp 4.838,7 M
               Rp 15,5 M                    1

                                                 Total = Rp 10 M

e.Liability Insurance
Hal yang mungkin lebih dari satu polis liability menjamin kerugian yang sama walaupun hal ini tidak biasa
Contoh:
Polis public liability A mempunyai limit of indemnity any one accident sebesar Rp 100 juta. Polis public liability B mempunyai limit Rp 250 juta.
Tertanggung liable terhadap pihak ketiga :  Rp 125 juta.
Independent liability polis A sebesar limit :  Rp 100 juta
Independent liability polis B sebesar loss :  Rp 125 juta
                                                                Rp 225 juta

A bayar : Rp 100 juta   x   Rp 125 juta   = Rp 55.555,56
               Rp 225 juta             1

B bayar : Rp 125 juta   x   Rp 125 juta   = Rp 69.444,44
               Rp 225 juta             1

Total = Rp 125 juta

5.Modifikasi Prinsip Kontribusi

a.Non Contribution Clause
Kadang kala kontribusi dihilangkan dari polis dengan klausula sbb:
“This policy shall not apply in respect of any claim where the insured is entitled to indemnity under any other insurance” Berarti bahwa polis tidak akan melakukan kontribusi bila ada polis lain yang in force.Sebagai alternatif wording berikut ini dapat ditambahkan pada klausula di atas:
“Except in respect of any excess beyond the amount which would have been payable under such other insurance had this insurance not been effected”
Dengan klausula tersebut tertanggung boleh mengklaim dengan polis yang berisikan klausula tersebut tetapi hanya bila polis yang lain tidak membayar indemnity dan hanya untuk balance of loss, yaitu tidak ada “rateable” sharing.
Namun courts tidak setuju dengan klausula dimaksud dan jika kedua polis berisikan klausula dimaksud, kedua penanggung akan mengkontribusi rateably.

b.Klausula yang lebih spesifik
Bila polis yang diterbitkan memberikan jaminan yang lebih luas, kadang kala klausula seperti tersebut di atas dicantumkan untuk mencegah kontribusi antara polis yang memberikan jaminan yang luas dengan polis yang lebih spesifik di dalam penutupannya.
Sebagai contoh polis kebakaran atas stock barang dagangan hanya akan menjamin balance of loss setelah liability polis yang lebih spesifik habis digunakan.
Begitu pula polis kebakaran tidak akan mengkontribusi dengan polis marine cargo di dockside warehouse kecuali untuk excess of value yang tidak dijamin oleh polis marine.

c.Marine Agreement
Banyak penanggung yang telah sepakat bahwa kecelakaan yang diderita oleh karyawan yang menggunakan kendaraan majikan menuju ke tempat pekerjaannya dapat diklaim dengan polis employer’s liability dan tidak ada kontribusi dengan polis motor.
Dengan situasi demikian secara hukum klaim tersebut dapat dilakukan dengan polis motor dan polis employer’s liability. Namun karena market agreement maka klaim dapat dilaksanakan dengan polis employer’s liability.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar