Minggu, 28 November 2010

CHAPTER 10. TORTS 2

A.Negligence

Definisi dari negligence terdapat dalam putusan yang ditetapkan oleh hakim dalam kasus atau perkara “Blyth vs Birmingham Waterworks Co (1856)”, sebagai berikut:
“the omission to do something which a reasonable man, guided upon those consideration which ordinarily regulate the conduct of human affairs, would do or doing something which a prudent and reasonable man would not do”

Dalam menilai negligence (kelalaian), pengadilan berpatokan pada apa yang pantas seseorang akan atau tidak akan lakukan dalam keadaan-keadaan yang dihadapinya; sedangkan karakteristik-karakteristik khusus yang dimiliki oleh si pelaku tort tidak akan dijadikan sebagai pertimbangan. Jadi seorang pengemudi yang masih dalam taraf belajar mengemudi mungkin saja mengemudikan sebuah kendaraan sehati-hati mungkin, tetapi karena kekurangan pengalaman, ia melakukan sesuatu yang tidak akan dilakukan oleh seorang pengemudi yang cakap atau kompeten; si pengemudi baru ini akan bertanggung jawab jika, misalnya, seorang pejalan kaki mengalami cidera karena perbuatannya.

Nettleship vs Weston (1971)
Seorang instruktur mengemudi cidera ketika si tergugat (seorang yang baru belajar mengemudi) menabrak mobil instruktur tersebut. Hakim memutuskan bahwa si tergugat bertanggung gugat karena alasan negligence (kelalaian), dan bahwa ukuran kehati-hatian yang harus diterapkan adalah ukuran kehati-hatian seorang pengemudi yang telah memiliki pengalaman yang pantas dan cakap/kompeten.

Supaya suatu tuntutan ganti rugi dalam hal negligence dapat berhasil, si penggugat harus membuktikan hal-hal sebagai berikut:
a.bahwa dalam keadaan tersebut, si tergugat mempunyai kewajiban kepada si penggugat untuk berhati-hati;
b.bahwa si tergugat telah melanggar kewajiban itu;
c.bahwa pelanggaran terhadap kewajiban itu terjadi karena kurangnya kehati-hatian yang pantas pada pihak tergugat;
d.bahwa pelanggaran terhadap kewajiban itu telah menyebabkan si penggugat menderita kerugian.

Pertanyaan apakah dalam setiap kasus tertentu, defendant mempunyai kewajiban kepada plantiff, merupakan keputusan pengadilan dalam kasus Donoghue vs Stevenson (1932) yang melahirkan suatu aturan atau rule “You must love your neighbour”

Donoghue vs Stevenson (1932)
Plantiff diberikan botol bir dan ia minum sebagian. Sewaktu dia menuang sisanya ke dalam gelas, dia melihat adanya barang di dalam minuman tersebut. Akibatnya dia sangat sakit setelah minum minuman tersebut.

Proof of Negligence dan “Res Ipsa Loquitur”
Dalam perkara negligence (kelalaian), di mana yang menyatakan negligence tersebut adalah pihak penggugat, dan pihak penggugat harus mengajukan bukti-bukti (evidence) bahwa kerugian yang diderita oleh penggugat disebabkan oleh kelalaian tergugat.
Namun demikian, dalam hal-hal di mana tindakan/perbuatan atau kealpaan tersebut sudah merupakan bukti kuat adanya kelalaian si tergugat (si pelaku); maka kewajiban pembuktian berpindah kepada si tergugat yang harus membuktikan bahwa ia tidak lalai. Doktrin ini dikenal sebagai “Res Ipsa Loquitur” (yang artinya dalam bahasa Inggris “The things speaks for itself” atau dalam bahasa Indonesia “fakta yang ada berbicara sendiri”)

Aplikasi doktrin “Res Ipsa Loquitur” dapat dilihat dalam kasus “Scott vs London and St. Katherine Docks Co (1865)” di mana penggugat (seorang pejabat pabean) membuktikan bahwa pada saat ia melewati gudang si tergugat 6 karung gula telah menimpanya. Hakim memutuskan: “Apabila barang itu jelas berada di bawah pengelolaan si tergugat atau pegawai-pegawainya, dan kecelakaan itu semestinya dalam keadaan biasa tidak akan terjadi jika pengelolanya menggunakan/mengindahkan kehati-hatian sebagai mana mestinya, hal itu sudah menjadi bukti yang pantas (tanpa adanya penjelasan si tergugat) bahwa kecelakaan itu telah terjadi karena kekurang hati-hatian”.

Contoh-contoh kasus negligence:

Stanbie vs Troman (1948)
Penggugat seorang pelukis. Ia harus membuat dekorasi di rumah tergugat. Untuk mencari material, dia pergi meninggalkan rumah dan agar bisa masuk kembali dia mengunci pintu depan. Sewaktu dia pergi, pencuri masuk dan menjarah perhiasan. Penggugat meminta bayaran atas pekerjaannya sedangkan tergugat menuntut kerugian karena pencurian. Penggugat dinyatakan bersalah.

Mc. Loughlin vs O’Brian (1982)
Suami penggugat dan tiga anaknya terluka akibat kecelakaan jalan raya dan dibawa ke rumah sakit. Penggugat sendiri tidak berada di tempat namun sewaktu mengunjungi korban di rumah sakit mengalami shock. Tergugat dinyatakan bersalah karena shock tersebut sebagai akibat yang bisa dilihat sebagai akibat dari kelalaian tergugat.

Burnett vs Chelsea and Kensington Hospital Management Committee (1968)
Suami penggugat tanpa sadar minum the yang tercemar. Ia dibawa ke rumah sakit dan dokter gagal memeriksanya dan dianjurkan untuk ke dokter pribadinya. Ia meninggal, jandanya menuntut ke rumah sakit atas kesalahan karena tidak memeriksanya. Dokter dinyatakan bersalah, tetapi suaminya meninggal karena keracunan obat sehingga kesalahan dokter bukan menjadi penyebab kematian.

B.Nuisance
Nuisance adalah suatu perbuatan yang kemungkinan besar menyebabkan terganggunya kenikmatan atau menyebabkan kejengkelan/kemarahan suatu masyarakat atau sebagai masyarakat (public nuisance), atau suatu perbuatan yang mengganggu hak seseorang dalam menggunakan atau menikmati tanahnya.

Bentuk-bentuk lazim nuisance:

1.Public Nuisance
Segala aktivitas yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau gangguan terhadap publik atau bagian dari publik, atau mengganggu hak yang dimiliki oleh semua orang. Contoh public nuisance : memblokir jalan raya atau mengadakan pesta dansa yang yang menimbulkan keributan.

2.Private Nuisance
Apabila seseorang akibat public nuisance tersebut, menderita kerugian yang melebihi kerugian yang dialami oleh publik secara umum, maka orang tersebut dapat membuat tuntutan atas private nuisance.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar