Selasa, 23 November 2010

CHAPTER 2 . PENAFSIRAN PERJANJIAN

Menafsirkan suatu persetujuan, berarti menentukan isi persetujuan dan mengakui akibat-akibat dari persetujuan.
Dasar hukum : Pasal 1342 s/d 1351 KUH Perdata
A. Langkah-langkah penafsiran perjanjian:
1.Jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya dengan jalan
   penafsiran. (Pasal 1342 KUHPer)
2.“Jelas” artinya kata-kata yang sedikit sekali memberikan kemungkinan untuk terjadinya penafsiran yang
   berbeda.
3.Jika kata-kata suatu persetujuan tidak jelas, kita harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat
   persetujuan.
4.Menafsirkan maksud para pihak harus memperhatikan itikad baik.

B.Ketentuan Penafsiran Perjanjian
1.Jika suatu janji mengandung macam-macam pengertian,maka pengertian yang dipilih adalah yang paling memungkinkan janji itu dilaksanakan.
Contoh : kerugian harus dilaporkan sesegera mungkin (1x24 jam). Kalau ternyata keadaan tersebut baru diketahui 2 minggu setelah kejadian, maka arti “segera” adalah segera setelah diketahui, tidak mungkin kita dipaksa langsung tahu saat kejadian.
2.Jika kata-kata mengandung 2 macam pengertian, harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat persetujuan.
Contoh : transaksi harus dibayar dengan visa. Yang dimaksud dengan visa adalah jenis credit card, dan bukan visa dalam arti surat izin ke luar negeri
3.Jika ada yang meragukan, harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat di mana persetujuan telah dibuat.
Contoh : untuk daerah di mana jual beli tidak biasa dilakukan dengan credit card, harus ditafsirkan bahwa perjualan baru jadi misalnya jika orangnya sudah menerima uang muka (jual beli secara fisik).
4.Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.
Contoh : dalam polis tidak dicantumkan tentang utmost good faith, namun prinsip ini menjadi rules yang selamanya harus ada dalam kontrak asuransi,
5.Semua janji yang dibuat dalam suatu persetujuan, harus diartikan dalam hubungan satu sama lain, tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka persetujuan seluruhnya.
Contoh : kalau di pasal 1 telah diatur mengenai objek pertanggungan adalah building, machinery dan stock, maka bila pada pasal lain disebutkan objek pertanggungan, maka harus diartikan seperti di pasal 1.
6.Jika ada keragu-raguan, maka suatu persetujuan harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikannya suatu hal dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.
7.Contoh : tertanggung ingin menghapuskan suatu exclusion (pengecualian), maka bila terjadi keraguan, harus diartikan atas kerugian tertanggung, seakan-akan tertanggung yang menyusun draft perjanjian itu.
8.Meskipun kata-kata dalam persetujuan mempunyai arti yang luas, namun persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang nyata dimaksud oleh para pihak sewaktu membuat persetujuan.
9.Jika seseorang dalam persetujuan menyatakan sesuatu hal untuk menjelaskan perikatan, ia tidak dapat dianggap hendak mengurangi atau membatasi kekuatan persetujuan menurut hukum dalam hal-hal yang tidak dinyatakan.



C.Perjanjian Asuransi
1.Perjanjian pertanggungan diterbitkan setelah ia ditutup; hak-hak dan kewajiban-kewajiban bertimbal balik dari penanggung dan tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani (pasal 257 ayat 1 KUHD)
2.Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut, diperlukan pembuktian dengan tulisan (pasal 258 KUHD)
3.Kehendak para pihak harus terlihat dalam polis
4.Bila tidak, pihak yang dirugikan harus menggunakan lembaga hukum rectification. Biasanya bila tertanggung menilai ada kesalahan pada saat penyusunan polis, ia minta penanggung melakukan koreksi dengan mengeluarkan polis baru atau endorsement..
5.Bila penanggung menolak, tertanggung bisa mengajukan permohonan pada hakim agar hakim memerintahkan rectification tersebut.
6.Bila di pengadilan terbukti kehendak para pihak tidak terlihat dalam polis, hakim akan memerintahkan rectification.

D.Penafsiran Perjanjian Menurut Hukum Inggris
1.Kehendak  para pihak
Kehendak para pihak harus dapat diketahui dari perjanjian tertulis dan menjadi sangat penting bila tulisan tidak jelas. Para pihak tidak lagi dapat mengatakan kehendaknya berbeda dari yang secara jelas tertuang dalam perjanjian tertulis.
2.Ordinary meaning
Kata-kata yang tercantum dalam polis/perjanjian adalah kata-kata yang dimengerti oleh/dalam pengertian orang awam. Contoh : ‘rumah’ adalah rumah tempat tinggal,  jangan ditafsirkan sebagai office building
3.Commercial meaning
Kata-kata yang merupakan istilah dagang harus ditafsirkan demikian, kecuali bila kontrak menentukan lain.
4.Legal meaning
Kata-kata yang sudah didefinisikan oleh UU harus ditafsirkan dengan definisi tersebut. Misalnya : Theft : Theft Act 1968; Riot : Riot (Damages) Act 1886
Kata-kata yang sudah ditetapkan artinya dalam keputusan hakim terdahulu
Keputusan pengadilan yang lebih tinggi mengikat keputusan pengadilan yang lebih rendah
5.Ejusdem Generis Rule
Where a group of particular things has been specified followed by more general terms, the latter must be construed as being the same kind as specifically mentioned ones.
Misalnya : dalam polis marine disebutkan bahaya laut yang dicover, kemudian diikuti dengan “and of all other perils, losses and misfortunes…”. Diputuskan pernyataan umum tersebut harus berhubungan dengan bahaya laut yang sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya.
Bila pernyataan umum ditulis dalam bentuk “or from any other cause whatsoever”, ejusdem generis rule tidak dapat digunakan, sebab “other cause what soever” memberikan indikasi yang jelas bahwa penyebab lainnya tidak dibatasi pada genus yang disebut sebelumnya.
6.Bila terjadi kontradiksi antara cetakan polis standar dengan ketikan atau tulisan tangan, dianggap ketikan atau tulisan tangan menunjukkan secara jelas kehendak para pihak dalam kontrak tersebut, maka ketikan atau tulisan tangan tersebut mengalahkan yang tercetak.
Bila endorsement bertentangan dengan ketentuan lain dalam kontrak, endorsement mengalahkan ketentuan lain tersebut.
7.Bila express terms dan implied terms bertentangan, express terms yang digunakan karena menunjukkan kehendak para pihak.
8.Contra proferentem rule
Perkataan harus ditafsirkan apa adanya. Bila ada keragu-raguan dalam kontrak, ditafsirkan merugikan yang membuat kontrak (penanggung). Penanggung berkewajiban menggunakan kata-kata dengan arti yang jelas
9.Dokumen tertulis harus ditafsirkan secara keseluruhan. Kalimat dan kata-kata tidak boleh diartikan secara terpisah. Bila suatu kata/kalimat mempunyai arti khusus di salah satu bagian dari dokumen itu, dianggap mempunyai arti yang sama di seluruh bagian dokumen.
10.Bila ada keraguan atau ketidakjelasan, gunakan ordinary rules of grammar.

E.Penafsiran Dokumen Asuransi
1.Jika ada standard printed policy dan typewritten endorsement, ketentuan dalam endorsement yang digunakan.
2.Istilah teknis, seperti subject to average, dalam property insurance ditafsirkan sehubungan dengan bisnis itu
3.Jewelry, works of art and other similar articles : ejusdem generis rule
“Other similar articles” ditafsirkan terbatas pada barang yang bernilai tinggi
4.Contra proferentem rule tidak berlaku bila dalam polis ada klausula dan endorsemen yang dibuat oleh broker untuk memenuhi kebutuhan tertanggung. Dalam hal demikian bila ada keraguan harus ditafsirkan merugikan tertanggung karena broker adalah agen tertanggung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar